SERUAN AKSI!!!

Kamis, 11 Juli 2013

Perebutan wilayah Papua antara Belanda dan Indonesia pada dekade 1960an membawa kedua negara ini dalam perundingan yang kemudian dikenal dengan “New York Agreement/Perjanjian New York”. Perjanjian ini terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal. Diantaranya Pasal 14-21 mengatur tentang “Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu satu orang satu suara (One Man One Vote)”. Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer Administrasi dari PBB kepada Indonesia, yang kemudian dilakukan pada 1 Mei 1963 dan oleh Indonesia dikatakan ‘Hari Integrasi’ atau kembalinya Papua Barat kedalam pangkuan NKRI.


Kemudian pada 30 September 1962 dikeluarkan “Roma Agreement/Perjanjian Roma” yang intinya Indonesia mendorong pembangunan dan mempersiapkan pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas) di Papua pada tahun 1969. Namun dalam prakteknya, Indonesia memobilisasi Militer secara besar-besaran ke Papua untuk meredam gerakan Pro-Merdeka rakyat Papua. Operasi Khusus (OPSUS) yang diketua Ali Murtopo dilakuakan untuk memenangkan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) diikuti operasi militer lainnya yaitu Operasi Sadar, Operasi Bhratayudha, Operasi Wibawa dan Operasi Pamungkas. Akibat dari operasi-operasi ini terjadi pelanggaran HAM yang luar biasa besar, yakni penangkapan, penahanan, pembunuhan, manipulasi hak politik rakyat Papua, pelecehan seksual dan pelecehan kebudayaan dalam kurun waktu 6 tahun.

Lebih ironis lagi, tanggal 7 April 1967 Kontrak Karya Pertama Freeport McMoran, perusahaan tambang milik Negara Imperialis Amerika dengan pemerintahan rezim fasis Soeharto dilakukan. Yang mana klaim atas wilayah Papua sudah dilakukan oleh Indonesia jauh 2 tahun sebelum PEPERA dilakukan. Sehingga sudah dapat dipastikan, bagaimanapun caranya dan apapun alasannya Papua harus masuk dalam kekuasaan Indonesia.

Tepat 14 Juli – 2 Agustus 1969, PEPERA dilakukan. Dari 809.337 orang Papua yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat.

Praktek yang kemudian diterapkan Indonesia hingga saat ini untuk meredam aspirasi prokemerdekaan Papua. Militer menjadi tameng yang reaksioner dan kesenjangan sosial/kesejahteraan menjadi alasan untuk menutupi aspirasi kemerdekaan rakyat Papua dari pandangan luas rakyat Indonesia dan masyarakat Internasional.
Maka, dalam rangka peringatan 44 Tahun PEPERA yang tidak demokratis itu, kami mengajak Kawan-kawan mahasiswa Papua untuk hadir dalam Aksi Demo yang akan dilakukan pada ;

Hari/Tanggal    : 15 Juli 2013
Pukul               : 08.30 WIB-Selesai
Titik Aksi         : Bundaran UGM Yogyakarta
Tema               : “PEPERA 1969 Tidak Demokratis!!! Hak Menentukan Nasib Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat”
 
Demikian seruan aksi ini kami buat, atas perhatian, partisipasi dan keterlibatan Kawan-kawan kami ucapkan jabat erat selalu. Salam!

Yogyakarta, 12 Juli 2013

Humas Aksi

Desederius Goo
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar :

Posting Komentar