DEMOKRASI berlaku hanya di luar Papua Barat

Minggu, 29 September 2013

Aden Dimi/foto:dok.fb
Bebas menyampaikan pendapat oleh siapa saja di Negara ini sudah ditutup-tutupi bahkan di hilangkan dengan sengaja dan dengan terencana oleh Pemerintah Indonesia sendiri yang di bantu oleh pihak militer (TNI/POLRI) dan hal itu sudah terbukti di Papua Barat. Dalam beberapa bulan lalu pada tahun 2013 ini Gubernur Papua yang baru terpilih “Lukas Enembe” melakukan sedikit perubahan terhadap system pemerintahan yang bertentangan dengan semangat Undang-Undangan 45 tentang bagaimana semua rakyat di seluruh tanah air Indonesia bebas menyampaikan pendapat.
Pembungkaman  ruang  demokrasi Papua Barat ini  sangat  tak  benar dalam negara demokrasi ini. Sehingga ketika rakyat Papua Barat ingin mau menyampiakan pendapat baik dalam bentuk demonstarasi maupun sosialiasi saja biasanya dilarang, entah itu penyampaian dan tutuntannya Papua Merdeka atau tidak tentu pula akan dilarang dengan alasan tidak ada surat izin ke pihak keamanan (Polisi). Dan satu hal yang tidak logis yang biasanya dilakukan oleh pihak keamanan (TNI/POLRI) di Papua Barat adalah membubarkan aksi masa pada saat demonstarsi maupun sosialisasi secara paksa dan brutal.
Seharusnya pihak keamanan tidak perlu melakukan hal seperti itu karena sangat bertentangan dengan undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang “Semua Orang punya kesempatan yang sama untuk bebas menyampaikan pendapat” . Sehingga Rakyat Papua tidak perlu di larang untuk menyampaikan pendapat karena selama ini apa yang di suarakan oleh Rakyat Papua sejauh ini adalah demi menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keadilan atas  korban kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang di lakukan oleh pihak (TNI/POLRI) terhadap sesama, keluarga, teman dan manusia Papua. Namun pihak militer melakukan tindakan yang jauh dari harapan kebebasan berekspresi, dan juga tidak terlepas dari berbagai aturan perundangan-undangan yang ada di Indonesia, sehingga pemerintah tidak seharusnya membungkam ruang demokrasi tersebut di tanah Papua dengan mengedepankan kekuatan militer.
Kita bisa melihat hampir setiap saat mahasiswa dan rakyat Papua Barat melakukan demonstarasi damai di tanah Papua Barat selalu saja ada berita bahwa Mahasiswa atau rakyat Papua Barat ditangkap dan memasukan mereka ke Penjara oleh TNI/POLRI dengan alasan yang tidak jelas. Padahal sebelumnya mahasiswa dan rakyat Papua Barat sudah memasukan surat izin ke kantor TNI/POLRI terdekat.
Sedangkan mahasiswa dan Masyarakat Jawa melakukan demonstarasi damai tidak pernah ada berita bahwa Mahasiswa atau Masyarakat yang di tangkap di tembak oleh pihak keamanan (TNI/POLRI). Justru TNI/POLRI mengawasi demo damai sampai selesai. Bebas mengemukakan pendapat di muka umum hanya berlauk di Pulau Jawa saja, sedangkan di tanah Papua Barat peraturan itu sudah tidak berlaku lagi.
Pemerintah Provinsi Papua, Gubenur Papua, Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih, harus membuka ruang demokrasi. Guna rakyat Papua menyampaikan aspirasi mereka secara damai dan bermartabat sesuai amanat UU No 8 Tahun 999 tetang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan sesuai dengan kovenan internasional mengenai hak-hak sipil dan politik. Pemerintah tidak perlu membungkam kebebasan berekspersi dari Bangsa Papua, seperti ibadah, demo damai dan kebebasan berekspresi lainnya yang mana berjalan secara damai selama ini, karena sesuai dengan amanat UUD 1945.
Dunia menjamin kebebasan berespresi menyampaikan pendapat dimuka umum secara damai dan itu sudah di ataur dalam aturan, tapi melihat demokrasi di papua sangat beda dengan demokrasi yang berkembang di Indonesia lainya, Kebebasan demokrasi papua masih  berada dibawa tekanan Indonesia. Demorasi di Papua Barat berkembang dengan kekerasan serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sangat meprihatinkan.
(* Oleh: Adhen Dimi, Mahasiwa Papua yang Tinggal di Solo

Sumber : pojokkebebasan.blogspot.com
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar :

Posting Komentar