Aden Dimi/foto:dok.fb |
Bebas
menyampaikan pendapat oleh siapa saja di Negara ini sudah ditutup-tutupi bahkan
di hilangkan dengan sengaja dan dengan terencana oleh Pemerintah Indonesia sendiri
yang di bantu oleh pihak militer (TNI/POLRI) dan hal itu sudah terbukti di
Papua Barat. Dalam beberapa bulan lalu pada tahun 2013 ini Gubernur Papua yang
baru terpilih “Lukas Enembe”
melakukan sedikit perubahan terhadap system pemerintahan yang bertentangan
dengan semangat Undang-Undangan 45 tentang bagaimana semua rakyat di seluruh
tanah air Indonesia bebas menyampaikan pendapat.
Pembungkaman
ruang demokrasi Papua Barat ini sangat tak benar dalam negara demokrasi ini. Sehingga ketika
rakyat Papua Barat ingin mau menyampiakan pendapat baik dalam bentuk demonstarasi
maupun sosialiasi saja biasanya dilarang, entah itu penyampaian dan tutuntannya
Papua Merdeka atau tidak tentu pula akan dilarang dengan alasan tidak ada surat
izin ke pihak keamanan (Polisi). Dan satu hal yang tidak logis yang biasanya
dilakukan oleh pihak keamanan (TNI/POLRI) di Papua Barat adalah membubarkan
aksi masa pada saat demonstarsi maupun sosialisasi secara paksa dan brutal.
Seharusnya
pihak keamanan tidak perlu melakukan hal seperti itu karena sangat bertentangan
dengan undang-undang nomor 9 tahun
1998
tentang “Semua Orang punya kesempatan yang
sama untuk bebas menyampaikan pendapat” . Sehingga Rakyat Papua tidak perlu
di larang untuk menyampaikan pendapat karena selama ini apa yang di suarakan oleh
Rakyat Papua sejauh ini adalah demi menjunjung tinggi nilai kebenaran dan
keadilan atas korban kekerasan dan
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang di lakukan oleh pihak (TNI/POLRI)
terhadap sesama, keluarga, teman dan manusia Papua. Namun pihak militer
melakukan tindakan yang jauh dari harapan kebebasan berekspresi, dan juga tidak
terlepas dari berbagai aturan perundangan-undangan yang ada di Indonesia,
sehingga pemerintah tidak seharusnya membungkam ruang demokrasi tersebut di
tanah Papua dengan mengedepankan kekuatan militer.
Kita
bisa
melihat hampir setiap saat mahasiswa dan rakyat Papua Barat melakukan
demonstarasi
damai di tanah Papua Barat selalu saja ada berita bahwa Mahasiswa atau
rakyat Papua Barat ditangkap dan memasukan mereka ke Penjara oleh
TNI/POLRI dengan
alasan yang tidak jelas. Padahal sebelumnya mahasiswa dan rakyat Papua
Barat
sudah memasukan surat izin ke kantor TNI/POLRI terdekat.
Sedangkan
mahasiswa dan Masyarakat Jawa melakukan demonstarasi damai tidak pernah ada
berita bahwa Mahasiswa atau Masyarakat yang di tangkap di tembak oleh pihak keamanan (TNI/POLRI).
Justru TNI/POLRI mengawasi demo damai sampai selesai. Bebas mengemukakan
pendapat di muka umum hanya berlauk di Pulau Jawa saja, sedangkan di tanah Papua Barat peraturan itu sudah tidak berlaku lagi.
Pemerintah
Provinsi Papua, Gubenur Papua, Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih,
harus membuka ruang demokrasi. Guna rakyat Papua menyampaikan aspirasi mereka
secara damai dan bermartabat sesuai amanat UU No 8 Tahun 999 tetang kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum dan sesuai dengan kovenan internasional
mengenai hak-hak sipil dan politik. Pemerintah tidak perlu membungkam kebebasan
berekspersi dari Bangsa Papua, seperti ibadah, demo damai dan kebebasan
berekspresi lainnya yang mana berjalan secara damai selama ini, karena sesuai
dengan amanat UUD 1945.
Dunia
menjamin kebebasan berespresi menyampaikan pendapat dimuka umum secara damai
dan itu sudah di ataur dalam aturan, tapi melihat demokrasi di papua sangat
beda dengan demokrasi yang berkembang di Indonesia lainya, Kebebasan demokrasi
papua masih berada dibawa tekanan Indonesia. Demorasi di Papua Barat berkembang
dengan kekerasan serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sangat
meprihatinkan.
Sumber : pojokkebebasan.blogspot.com