Perdana
Menteri Vanuatu, Moana Karkas Kalosil, dalam pertemuan Majelis Sidang
Umum membahasa krisis Suriah menuduh PBB ikut mengabaikan masyarakat
Papua Barat dan penderitaan mereka .
"Sangat
jelas dari banyak catatan sejarah bahwa orang Melanesia di Papua Barat
adalah kambing hitam politik dari perang dingin yang dikorbankan buat
memuaskan nafsu untuk sumber daya alam yang memiliki negara ini," tuduh
Kalosil.
“Hari ini mereka tetap jadi korban pengabaian PBB,” sambungnya.
Menurutnya semua mulut terdiam di PBB saat membahas isu HAM di Papua Barat.
“Bagaimana
bisa kita mengabaikan ratusan dan ribuan rakyat Papua Barat yang
diperlakukan secara brutal dan dibunuh? Rakyat Papua Barat kini berharap
pada PBB.”
Kalosil
yang pernah menjadi pembela buat kemerdekaan bagi Papua Barat dari
Indonesia , menyerukan kepada PBB agar menunjuk seorang Wakil Khusus
untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran HAM.
“Kini saatnya buat PBB untuk bergerak keluar dari batasannya serta mengatasi dan memperbaiki kekeliruan sejarah,” tegasnya.
Ketua Dewan Ham PBB, Navi Pillay, sebelumnya juga telah member perhatian.
Dia
sempat meminta agar Pemerintah Indonesia mengizinkan aksi damai saat
merespin peristiwa peringatan 50 tahun bergabungnya Papua ke Indonesia
yang berkahir dengan penembakan dan terbunuhnya dua demosntran.
Pengaruh Australia
Sementara
itu, muncul sejumlah permintaan kalau dalam kunjungan Perdana Menteri
Australia, Tony Abbott memanfaatkan perjalanannya ke Indonesia untuk
juga memasukan agenda soal Papua.
Pusat
Hukum dan Ham Australia, Tom Clarke mengatakan kalau pemerintah
Australia yang baru punya kesempatan untuk berbicara soal pelanggaran
Ham yang serius di Papua.
“Hubungan Australia Indonesia harus lebih maju untuk penanganan dua cara mengkritik masalah Ham,” ujar Clarke.
“Perdana
Menteri kita telah mengatakan kalau dia dan koleganya adalah pendukung
kebebasan berpendapat. Jika ini masalahnya, dia haru memanfaatkan
kesempatan untuk menekankankan dukungannya dari hak mendasar demokrasi
dan kebebasan yang dikekang di Papua,” tutupnya.
Sumber : www.radioaustralia.net.au