“Catatan Demo Damai Rakyat Papua Barat Bulan Mei 2015, Di Tanah Papua dan Kolonial”

Sabtu, 23 Mei 2015

Revolusi
Mei 2015, rakyat Papua memahami akan kehadiran Indonesia di Wilayah Adat bangsa Papua. Tepat pada 1 Mei 2015 adalah hari aneksasi.

Diawali dengan Demonstrasi (Demo) Damai oleh rakyat Papua Barat melalui Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Tanah Kolonial Indonesia dan di Tanah Air Papua Barat adalah Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pada 1 Mei 2015 hingga berturut-turut.

Di Papua, ketika KNPB dibenturkan dengan Aparat Keamanan Indonesia oleh Petinggi TNI, POLRI bahkan Pemerintah Indonesia, di saat itu lahir GempaR (Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua). Namun, GempaR deperhadapkan dengan nasib yang sama dengan KNPB.

29 April 2015, GempaR memediasi Demo Damai dengan tuntutan; Bebaskan Seluruh Tahanan Politik Papua Barat yang saat ini masih ditahan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kepolisiannya, Buka Ruang Demokrasi seluas-luasnya di Tanah Papua dan Buka Akses Bagi Wartawan Asing di Tanah Papua untuk meliput aktivitas rakyat Papua dan tindakan Pemerintah Indonesia bersama jajaran Militernya di Tanah Papua. Namun, kenyataannya Pemerintah Indonesia masih menutup rapat ruang demokrasi bahkan melakukan tindakan intimidasi terhadap wartawan lokal.

Hari aneksai, 1 Mei 2015, KNPB mediasi rakyat Papua Barat di Tanah Papua, Sorong – Merauke. Pemerintah Indonesia pun masih menutup rapat ruang demokrasi melalui gabungan Militer Indonesia. Beberapa wilayah mengalami Intimidasi dan mengalami perlakuan tidak manusiawi dari Aparat Keamanan Indonesia.

“Jumlah aktivis dan rakyat Papua pro-Demokrasi yang ditahan Kepolisian setempat saat Demo Damai rakyat Papua Barat yang dimediasi oleh KNPB pada tanggal 1 Mei 2015 ada 209 orang, Mereka diblokade dan langsung dibubarkan hingga ratusan aktivis KNPB bahkan rakyat diangkat ke Truk Tahanan,” kata Ones Nesta, Komite Pusat Sekertaris Jendral KNPB di media sosial, www.facebook.com/  di kutip penulis.

Setelah penangkapan, 209 orang yang ditahan dipulangkan sebelum 1X24 Jam. Walau pun, beberapa aktivis bahkan rakyat simpatisan mengalami pemukulan, tekanan, teror bahkan intimidasi. Hari berikutnya, gabungan militer Indonesia masih melakukan penyisiran. Sekertariat KNPB Wilayah Merauke dan Fak-fak dikepung dan digleda oleh gabungan Militer Indonesia.

Melihat situasi darurat ini, AMP mediasi rakyat Papua Barat di Tanah Kolonial dan melakukan aksi Mimbar Bebas. Aksi ini adalah lanjutan dari aksi Demo Damai peringati hari aneksasi, 1 Mei 2015, 53 Tahun Aneksasi Papua Barat.

2 Mei 2015, AMP menggelar aksi Mimbar Bebas dengan tuntutan; Bebaskan Seluruh Tahanan Politik Papua Barat yang saat ini masih ditahan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kepolisiannya termasuk 209 orang yang ditahan saat 1 Mei 2015, Buka Ruang Demokrasi seluas-luasnya di Tanah Papua dan Buka Akses Bagi Wartawan Asing di Tanah Papua untuk meliput aktivitas rakyat Papua dan tindakan Pemerintah Indonesia bersama jajaran Militernya di Tanah Papua.

8 Mei 2015, GempaR mediasi Mahasiswa dan masyarakat Papua untuk menolak kedatangan Presiden Indonesia, Jokowi di Tanah Papua.
Dalam orasi GempaR bahwa Selamanya kebijakan Pemerintahan Indonesia yang sepihak berlaku di Papua dan Ruang bagi Demokrasi dan Wartawan Asing masih ditutup rapat melalui Militernya maka, GempaR menolak kedatangan Jokowi di Papua.

Lanjut massa aksi yang diberi kesempatan untuk orasi, selama Jokowi belum mengungkap pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dari 1963 hingga saat ini, seperti baru-baru ini di Paniai yang menewaskan lima Pelajar, di Timika dan di Yahukimo, Jokowi tidak punya hak untuk melakukan kegiatan Negara di atas Tanah Papua.

GempaR hendak bernegosiasi dengan aparat kepolisian untuk melakukan aksi di gedung DPRP, Jayapura Kota. Namun, kepolisian Indonesia masih menutup rapat ruang demokrasi. GempaR tetap melakukan aksi Demo Damai di area Kampus-kampus yang ada di Jayapura.

16 Mei 2015, AMP kembali melakukan Demo Damai di Tanah Kolonial. Jawa Barat meliputi; Jakarta, Tangerang, Bogor, Bekasi, dan Bandung. Jawa Tengah meliputi; Yogyakarta, Solo, Salatiga, Semarang. Jawa Timur meliputi; Surabaya dan Malang. Bahkan di Bali, aksi tertampak hanya jumpa perss.
Tuntutan AMP adalah Stop pengiriman Militer Organik dan Non-organik di Tanah Papua, Tarik Militer Organik dan Non-organik dari Tanah Papua, Tutup Perusahan-perusahan Asing; PT.Freeport, BP, LNG, MIFEE dan lainnya di Wilayah Adat bangsa Papua, dan Berikan “Hak Menentukan Nasib Sendiri” bagi Orang Asli Papua sebagai Solusi Demokratis.

Tuntutan berikut adalah lahir dari situasi darurat yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia melalui militernya. Yaitu, AMP menuntut; Bebaskan Seluruh Tahanan Politik Papua Barat yang saat ini masih ditahan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kepolisiannya oleh Amnesty, Buka Ruang Demokrasi seluas-luasnya di Tanah Papua dan Buka Akses Bagi Wartawan Asing di Tanah Papua untuk meliput aktivitas rakyat Papua dan tindakan Pemerintah Indonesia bersama jajaran Militernya di Tanah Papua.

Sejarah bangsa Papua mencatat bahwa lahirnya New York Agreement dan Roma adalah bentuk dari ketidak konsistenan terhadap demokrasi. Karena, dalam perundingan yang melahirkan New York Agreement dan Roma tidak melibatkan Orang Asli Papua. Padahal, Dewan New Guinea Rad sejak persiapan hingga deklarasi kemerdekaan Papua Barat telah ada.

Tertutupnya wartawan Internasional juga sudah ada sejak Pra-Pepera dan Pasca Pepera 1969. Dan hal ini masih terjadi hingga 2015, saat ini.
19 Mei 2015, AMP kembali melakukan Demo Damai dan menuntut agar Ruang Demokrasi dan Akses bagi wartawan Internasional di Tanah Papua, jangan! Ditutup.

Aksi Demo Damai serentak, AMP dan GempaR tanggal 20 Mei, masih diperhadapkan pada blokade gabungan Militer Indonesia dan GempaR mengalami situasi darurat ini. AMP mengalamai tertutupnya media di Tanah Kolonial. Inti tuntutan serentak adalah “West Papua For Melanesia Spearhead Group.”
GempaR dan AMP juga menuntut: Buka ruang Demokrasi seluas-luasnya dan Akses Jurnalis Internasional di Tanah Papua.

Pernyataan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang diposting di media sosial, Fans-Page Facebook bahwa ULMWP adalah badan penyatuan resmi oleh seluruh fraksi perjuangan dan rakyat Papua Barat akan mengajukan Aplikasi West Papua untuk menjadi anggota resmi di Melanesian Spearhead Group (MSG). Dan tanggal 21 adalah tanggal pertemuan lima Negara dalam MSG di Honiara, Port Moresby, Papua New Guinea (PNG) untuk menanti aplikasi West Papua yang diajukan oleh ULMWP.

Dalam rangka menyelenggarakan aksi Demo Damai tanggal 21 Mei 2015, lima anggota KNPB Wilayah Sentani hendak ditahan saat membagikan selebaran. Polisi juga merampas penggalangan dana yang dilakukan di Sentani.

21 Mei 2015, “West Papua For Melanesian Spearhead Group” adalah tema aksi serentak yang dimediasi oleh AMP dan KNPB. AMP di Tanah Kolonial dan KNPB di seluruh Wilayah Papua.

Sebelumnya, Pukul 08:00 WP, Komite Pusat KNPB, KNPB Wilayah Sentani dan Port Numbay dihadang oleh gabungan militer Indonesia. Namun, Kepolisian Indonesia yang bertugas di Jayapura disoroti bahwa mengapa masih menutup ruang demokrasi. Sehingga, rakyat Papua Barat yang dimediasi oleh KNPB di Wilayah Mamta serentak melanjutkan aksi Demo Damai ke gedung DPRP, Jayapura Kota.

Beberapa wilayah KNPB, seperti; Sorong, Biak dan Manokwari, dihadang oleh kepolisian setempat. Hingga saat ini, Kapolda Papua Barat, dan Kapolres Manokwari masih menahan tiga aktivis KNPB termasuk ketua KNPB Manokwari. Ironisnya, dikabarkan di media sosial, facebook milik KNPB bahwa ada seorang mahasiswa yang tidak bisa dikunjungi oleh keluarganya hingga tulisan ini diposting (informasi lanjut, inbox via-facebook, Ones Nesta Suhun).

Ini adalah Nomor Kontak, Kapolda Papua Barat dan Kapolres Manokwari, 0811496251 dan 081330687997. Dalam sebuah postingan KNPB di media sosial meminta kepada Rakyat Papua Barat di mana saja berada, kepada pemerhati Demokrasi, HAM, Solidaritas dan Umat Tuhan agar mengirim sms-hand phone atau alat komunikasi apa pun untuk menuntut agar segera bebaskan tiga aktivis yang di Tahan di Manokwari.


Kami semua bertanya. Mengapa Demokrasi ditutup dan Akses bagi Wartawan Asing untuk meliput di Tanah Papua juga ditutup ketat.
Sebenarnya apa yang ditutupi oleh Pemerintah Indonesia melalui Militernya di Tanah Papua.

Dalam catatan Demo Damai, penutupan orasi oleh masing-masing koordinator lapangan; KNPB, AMP dan GempaR menyatakan sikap tegas bahwa akan selalu sikapi situasi darurat dengan cara Damai dan Bermartabat di muka umum. Pemerintah Indonesia melalui Militernya silahkan lakukan apa pun untuk menunjukkan watak ke-asli-an kamu.

Sebab Demo Damai dilindungi oleh Undang-undang Internasional bahkan Undang-Undang Indonesia. Demo Damai juga dilindungi oleh Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bagi Negara yang tidak menjalankan bahkan terlihat memperkosanya maka, dia adalah musuh rakyat Internasional.
Resolusi Majelis Umum PBB Pasal 19, ayat 1, Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan (pihak lain). Ayat 2, Setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide/gagasan apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan, baik secara lisan, tulisan, cetakan, dalam bentuk karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.

Demo Damai adalah bagian dari kebebasan berekspresi di muka umum secara bermartabat. Perlakuan Pemerintah Indonesia melalui Militernya terlihat jelas bahwa memperkosa Undang-undang.

Pemerintah Indonesia melanggar Kovenan-kovenan Internasional, seperti; Hak Kebebasan Berkumpul, Hak Berserikat, Hak Berbicara, Hak Kebebasan Memilih dan Hak-Hak lain berdasarkan Article 1 Paragraph 1, 2, dan Paragraph 3 ”The International Covenant on Civil and Political Rights”.  Mengacu dari dasar hukum HAM Internasional ini, maka hak untuk Menentukan Nasib Sendiri tidak dapat diganggu-gugat. Menutup kebebasan Perss untuk meliput sesuai dengan aturan, kode etik jurnalis di Tanah Papua.

Tentang hak sipil dan politik pun telah diatur dalam UUD 1945, terutama Pasal 28 E, Ayat 3. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat. Tidak ada satu pihak pun yang boleh memaksa atau melarang seseorang untuk bergabung dengan suatu organisasi.

Bahkan dalam pembukaan Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada alinea pertama mengatakan, “bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa…” Indonesia seharusnya patuh terhadap dasar negaranya sendiri. Bukan! Balik memperkosanya.


#Sonny Dogopia*)

Sudut Ibu Kota Negara West Papua, Mamta, Port Numbay.
23 Mei 2015, Catatan Aktivis “Self-Determination”
__________________________________________________________

Kunjungi:
Facebook.com: KNPB, GEMPAR, AMP, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)
Youtube.com: KNPB, AMP
www.freewestpapua.org
www.ampjogja.blogspot.com
www.gemparpapua.wordpress.com
www.knpbnews.wordpress.com


Sumber : www.facebook.com
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar :

Posting Komentar