SuaraBintangTimur;-Partai Sosial Demokrat [Rusia], yang merupakan ekspresi
sadar dari gerakan kelas buruh, bertujuan membebaskan rakyat pekerja sepenuhnya
dari segala bentuk penindasan dan eksploitasi. Pencapaian tujuan ini --
penghapusan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan pembentukan
masyarakat sosialis -- mensyaratkan perkembangan kekuatan-kekuatan produksi
yang sangat tinggi dan pengorganisasian kelas buruh yang tinggi. Perkembangan
penuh kekuatan-kekuatan produksi di dalam masyarakat borjuis moderen, perjuangan
kelas yang luas, bebas, dan terbuka, dan pendidikan, pelatihan, dan
pengorganisiran politik massa proletar adalah mustahil tanpa kebebasan politik.
Oleh karenanya, kaum proletariat yang sadar kelas selalu berjuang untuk
kebebasan politik yang sepenuh-penuhnya dan revolusi demokratik.
Kaum proletariat tidak sendirian di dalam tujuannya ini.
Kaum borjuasi juga membutuhkan kebebasan politik. Anggota-anggota kelas
berpunya yang berpikiran maju telah mengibarkan bendera pembebasan sejak dulu
kala; kaum intelektual revolusioner, yang kebanyakan datang dari kelas-kelas
ini, telah berjuang demi kebebasan dengan sangat berani. Akan tetapi, kelas
borjuasi secara keseluruhan tidak mampu meluncurkan sebuah perjuangan yang
tegas dalam melawan otokrasi; dalam perjuangan ini mereka takut kehilangan
properti mereka yang mengikat mereka pada tatanan masyarakat yang ada hari ini;
mereka takut terhadap aksi massa yang terlalu revolusioner, yang tidak akan
berhenti pada revolusi demokratik tetapi juga mengharapkan revolusi sosialis;
mereka takut pecah dari birokrat pemerintah, yang kepentingannya terikat
seribu-benang dengan kepentingan kelas-kelas berpunya. Untuk alasan ini,
perjuangan kaum borjuasi untuk kebebasan sangatlah memakan waktu, tidak
konsisten, dan setengah hati. Salah satu tugas dari kaum proletariat adalah
mendorong kaum borjuasi, mengibarkan di hadapan seluruh rakyat slogan-slogan
revolusi demokratik, mulai bekerja dengan berani dan mandiri untuk realisasi
slogan-slogan tersebut – dalam kata lain, menjadi pelopor, mengambil
kepemimpinan dalam perjuangan pembebasan seluruh rakyat.
Dalam mengejar tujuan ini, kaum Sosial-Demokrat Rusia
telah melakukan banyak pertempuran untuk memerangi ketidak-konsistenan
liberalisme borjuis. Mari kita ingat, misalnya, bagaimana Tuan Struve[1]
memulai karirnya, yang tidak terhalangi oleh sensor, sebagai pejuang politik
untuk “pembebasan” Rusia. Dia memulai debut politiknya dengan pengantarnya
untuk “Memorandum” Witte[2], dimana dia mengedepankan slogan “Shipovian”[3]
(untuk menggunakan terma politik hari ini), “Hak-hak, dan Zemstvo[4] yang
berotoritas”. Partai Sosial-Demokrat mengekspos watak keterbelakangan,
absurditas, dan reaksioner dari slogan tersebut. Partai Sosial Demokrat
menuntut sebuah platform demokratik yang jelas dan tidak-kompromis, dan dengan
sendirinya meletakkan platform tersebut sebagai bagian integral dari program
Partai. Sosial Demokrasi harus memerangi pemahaman sempit dari tujuan-tujuan
demokrasi. Pemahaman sempit ini merasuki jajaran Sosial Demokrasi ketika kaum
Ekonomis[5] meremehkan tujuan-tujuan demokrasi, ketika mereka mengadvokasi
“perjuangan ekonomik melawan para bos dan pemerintah”, dan bersikeras bahwa
kita harus mulai dengan memenangkan hak-hak, dilanjutkan dengan agitasi
politik, dan hanya setelah itu perlahan-lahan (teori tahapan) bergerak ke
perjuangan politik.
Hari ini perjuangan politik telah meluas; revolusi telah
menyebar ke seluruh penjuru bangsa; kaum liberal yang paling moderat telah
menjadi “ekstrimis”. Maka dari itu tampaknya rujukan-rujukan historis kita
mengenai masa lalu yang belum lama ini, seperti yang baru saja kita jabarkan di
atas, tampaknya tidak relevan, tidak ada hubungannya dengan gejolak yang sedang
terjadi hari ini. Tetapi sesungguhnya tidak demikian. Benar kalau slogan-slogan
seperti Dewan Konstituante dan pemilihan umum yang universal, langsung, dan
adil dengan kertas suara rahasia (yang telah lama ada di Program Partai kaum
Sosial Demokrat) telah menjadi slogan semua orang. Slogan-slogan ini telah
diadopsi oleh Osvobozhdeniye[6] ilegal, dimasukkan ke dalam program Liga
Osvobozhdeniye, telah menjadi slogan Zemstvo, dan sekarang diulang-ulang dalam
berbagai bentuk oleh pers media legal. Bahwa demokrasi borjuis Rusia telah
berkembang pada tahun-tahun dan bulan-bulan belakangan ini adalah sesuatu yang
tak diragukan. Demokrasi borjuis sedang belajar dari pengalaman dan
mencampakkan slogan-slogan mereka yang primitif (seperti slogan Shipovian
“Hak-hak, dan Zemstvo yang Berotoritas”) dan sedang tertatih-tatih mengikuti di
belakang revolusi. Tetapi mereka hanya tertatih-tatih mengikuti di belakang.
Kontradiksi-kontradiksi baru antara kata dan perbuatan, antara demokrasi dalam
prinsip dan demokrasi dalam “Realpolitik”, mulai muncul menggantikan
kontradiksi yang lama, karena perkembangan revolusi terus mengedepankan
tuntutan-tuntutan yang semakin hari semakin besar terhadap demokrasi. Namun
demokrasi borjuis selalu terlambat di belakang peristiwa-peristiwa; sementara
mengadopsi slogan-slogan yang lebih maju, demokrasi borjuis selalu terlambat;
ia selalu memformulasikan slogan beberapa derajat di bawah level yang
sesungguhnya diperlukan dalam perjuangan revolusioner untuk kebebasan sejati.
Marilah kita lihat slogan yang sekarang sudah diterima
secara umum, “Bentuk Dewan Konstituante berdasarkan pemilihan umum yang
universal, langsung, dan adil dengan kertas suara rahasia”. Apakah slogan ini
memadai dari sudut pandang demokrasi yang konsisten? Apakan slogan ini memadai
bila kita mempertimbangkan tugas-tugas revolusioner yang urgen hari ini? Jawaban
untuk kedua pertanyaan ini hanya bisa negatif. Untuk yakin demikian, kita harus
memeriksa program Partai kita dengan seksama, yang sayangnya jarang disebut dan
disebar oleh organisasi-organisasi kita (Ada pengecualian, yang patut jadi
teladan dimana-mana, yakni di Riga, Voronezh, dan Moskow dimana program Partai
kita dicetak di selebaran-selebaran). Tuntutan kunci dari Program kita juga
adalah pembentukan Dewan Konstituante popular (untuk singkatnya, mari kita
setujui bahwa kata “popular” berarti pemilu yang universal, dsbnya.). Tetapi
slogan ini tidak berdiri sendiri di dalam program kita. Konteks dan
catatan-catatan tambahan yang ada mencegah kesalahpahaman bagi mereka-mereka
yang paling tidak konsisten dalam perjuangan pembebasan atau bahkan bagi mereka
yang menentang pembebasan. Di dalam program kita juga terdapat slogan-slogan
lain seperti: 1) penumbangan otokrasi Tsar; 2) ganti rejim otokrasi dengan
republik demokratik; 3) kedaulatan rakyat, yang dijaga dengan sebuah konstitusi
yang demokratis, yakni konsentrasi otoritas tertinggi pemerintah sepenuhnya di
tangan dewan legislatif yang terdiri dari perwakilan-perwakilan rakyat dan
bersifat unicameral (sistem parlemen satu kamar kerja).
Adakah keraguan sama sekali kalau setiap kaum demokrat
yang konsisten wajib menerima semua slogan-slogan ini? Kata “demokrat” itu
sendiri -- dari etimologi dan dari signifikansi politik yang telah diperolehnya
selama sejarah Eropa – menunjukkan kepercayaan terhadap kedaulatan rakyat. Oleh
karenanya, menggelikan kalau kita bicara mengenai demokrasi dan pada saat yang
sama menolak bahkan salah satu slogan-slogan ini. Tetapi kontradiksi utama --
yakni kontradiksi antara harapan kaum borjuasi untuk mempertahankan kepemilikan
pribadi dengan cara apapun dan harapan mereka untuk kebebasan -- begitu dalam
sehingga para jurubicara atau pengikut liberalisme borjuis
secara-tak-terelakkan menemui diri mereka dalam posisi yang menggelikan ini.
Seperti yang diketahui semua orang, sebuah partai liberal yang sangat luas
sedang terbentuk di Rusia dengan sangat cepat, sebuah partai yang mendapat
dukungan dari Liga Osvobozhdeniye, orang-orang Zemstvo, dan koran-koran seperti
Nasha Zhizn, Nashi Dihn, Syn Otechestva, Russkiye Vedomosti, dll., dll. Partai
liberal-borjuis ini ingin dirinya dipanggil Partai “Konstitusional Demokratik”.
Akan tetapi, pada kenyataannya, seperti yang dapat dilihat dari
deklarasi-deklarasi dan program Osvobozhdeniye ilegal, partai ini adalah partai
monarkis. Partai ini tidak menginginkan republik sama sekali. Ia tidak
menginginkan parlemen unicameral, dan ia mengajukan Senat yang dipilih tidak
langsung dan secara non-universal (berdasarkan kualifikasi residensial). Ia
tidak ingin otoritas tertinggi pemerintah ada sepenuhnya di tangan rakyat
(walaupun untuk retorika partai ini sangat senang berbicara mengenai transfer
kekuasaan ke rakyat). Ia tidak ingin penumbangan otokrasi. Partai ini hanya
ingin pembagian kekuasaan di antara (1) monarki; (2) Upper House atau Senat
(yang akan didominasi oleh tuan-tuan tanah dan para kapitalis); dan (3) Lower
House atau Majelis Tingkat Rendah, yang sendiri akan dibentuk atas
prinsip-prinsip demokrasi.
Oleh karenanya, di hadapan kita adalah fakta bahwa kaum
borjuasi “demokratik” kita, bahkan seperti yang diwakili oleh elemen-elemennya
yang paling maju, paling terdidik, mereka-mereka yang paling tidak berada di
bawah pengaruh kapital, terlambat di belakang revolusi. Partai “demokratik” ini
takut terhadap kedaulatan rakyat. Sementara mengulang-ulang slogan Dewan
Konstituante, partai ini pada kenyataannya mendistorsi esensi dan signifikasi
slogan tersebut, dan menyesatkan rakyat dengan penggunaan, atau lebih tepatnya,
penyalahgunaan slogan ini.
Apa itu Dewan “Konstituante popular”? Pertama, ia adalah
sebuah dewan yang sungguh-sungguh mengekspresikan kehendak rakyat. Untuk ini,
kita harus punya pemilu yang universal dalam semua aspek demokratiknya, dan
jaminan penuh kebebasan melakukan kampanye politik. Kedua, ia adalah sebuah
dewan yang sungguh punya kekuasaan dan otoritas untuk “melantik” sebuah
pemerintahan politik yang akan menjamin kedaulatan rakyat. Jelas sekali kalau
tanpa kedua syarat ini maka dewan ini tidak akan sungguh-sungguh popular dan
tidak akan sungguh-sungguh konsituante. Meski demikian, para borjuasi liberal
kita, para monarkis konstitusional kita (yang klaim demokrasinya adalah
penghinaan terhadap rakyat) tidak ingin menjamin satupun syarat-syarat
tersebut! Mereka tidak hanya gagal menjamin kebebasan kampanye politik atau
pemindahan kekuasaan dan otoritas yang sesungguhnya kepada Dewan Konstituante,
tetapi juga, sebaliknya, mereka ingin membuat kedua hal ini mustahil karena
mereka ingin mempertahankan monarki. Kekuasaan dan otoritas yang sesungguhnya
akan tetap berada di tangan Nicholas Sang Penjagal[7]. Ini berarti bahwa musuh
utama rakyat adalah penyelenggaraan Dewan Konstituante dan “menjamin” pemilu
yang bebas dan universal. Sungguh-sungguh demokratik! Ini berarti Dewan
Konstituante tidak akan pernah dan (menurut gagasan kaum borjuasi liberal)
tidak boleh sekalipun memiliki semua kekuasaan dan otoritas; ia akan menjadi
dewan yang tidak punya kekuasaan dan otoritas sama sekali; dewan ini berfungsi
hanya untuk meraih persetujuan, mencapai pemahaman, dan bernegosiasi dengan
Nicholas II! Dewan Konstituante yang dipilih oleh pemilu universal tidak akan
berbeda dengan sebuah Majelis Tingkat Rendah. Dalam kata lain, Dewan
Konstituante, yang diselenggarakan untuk mengekspresikan dan melaksanakan
kehendak rakyat, didesain oleh kaum borjuasi liberal untuk “mengekspresikan”,
dengan melangkahi kehendak rakyat, kehendak Senat dan di atas segalanya
kehendak monarki, kehendak Nicholas.
Tidakkah jelas bahwa dalam berbicara, berpidato, dan
berteriak mengenai sebuah Dewan Konstituate popular, kaum borjuasi liberal,
para tuan-nyonya Osvobozhdeniye, sesungguhnya sedang merencanakan sebuah dewan
konsultatif yang anti-popular? Alih-alih membebaskan rakyat, mereka ingin
mengikat rakyat, dengan cara-cara konstitusional, pertama, ke kekuasaan tsar
(monarki), dan kedua, ke kekuasaan borjuasi besar (Senat).
Bila ada orang yang ingin membantah kesimpulan ini,
biarlah dia nyatakan: (1) bahwa kehendak rakyat yang sesungguhnya dapat
terekspresikan tanpa kebebasan propaganda sepenuhnya dan tanpa penghapusan
privilese-privilese propaganda pemerintahan Tsar; atau (2) bahwa dewan
delegasi-delegasi yang tidak punya kekuasaan dan otoritas -- karena kekuasan
dan otoritas ini ada di tangan Tsar -- pada kenyataannya bukan merupakan sebuah
badan konsultasi semata. Orang yang membuat salah satu pernyataan di atas pastilah
seorang penipu yang tak tahu malu atau seorang dungu. Sejarah telah menunjukkan
dengan tegas bahwa sebuah dewan perwakilan yang ko-eksis dengan bentuk
pemerintahan monarki sesungguhnya adalah – selama kekuasaan pemerintah ada di
tangan monarki – sebuah badan konsultasi yang tidak bisa membuat monarki
membungkuk pada kehendak rakyat, tetapi hanya menyesuaikan kehendak rakyat
dengan kehendak monarki, dalam kata lain sebuah dewan untuk membagi kekuasaan
antara monarki dan rakyat, tawar-menawar kekuasaan, tetapi tidak menjadi
kekuasaan itu sendiri. Sejarah telah menunjukkan dengan tegas pula bahwa sebuah
pemilu yang benar-benar bebas bagi seluruh rakyat akan mustahil terjadi kalau
rejim yang sekarang sedang melawan revolusi tidak diganti dengan pemerintahan provisional
revolusioner. Dan kalaupun rejim Tsar ini akhirnya memutuskan untuk
menyelenggarakan sebuah Dewan “Konstituen” (baca: konsultatif) dan akan
memberikan jaminan formal kebebasan propaganda -- suatu hal yang mustahil
terjadi --, semua fasilitas dan keunggulan kampanye yang superior dan luas yang
bersumber dari kekuasaan negara yang terorganisir masih akan ada di tangannya.
Keunggulan-keunggulan dan fasilitas-fasilitas propaganda selama pemilu dewan
rakyat yang pertama ini akan dinikmati oleh orang-orang yang sejak dulu telah
menindas rakyat dengan alat-alat kekuasaan mereka, dan rakyat mulai merebut
kebebasan dari mereka dengan kekerasan.
Pendeknya, kita tiba pada kesimpulan yang sama, yang
tekah kita capai pada edisi koran sebelumnya (Proletary, No. 3), ketika kita
menganalisa masalah ini dari sudut lain. Slogan Dewan Konsituante popular, bila
digunakan secara terpisah, pada saat ini adalah slogannya kaum borjuasi
monarkis, sebuah slogan yang menyerukan sebuah kompromi antara kaum borjuasi
dan pemerintahan Tsar. Hanya slogan menumbangkan pemerintahan Tsar dan
menggantikannya dengan sebuah pemerintahan provisional revolusioner, yang
tugasnya adalah menyelenggarakan Dewan Konstituante Popular, yang merupakan
slogan perjuangan revolusioner. Kaum proletariat tidak boleh jatuh dalam ilusi,
ketika dalam kegembiraannya mereka tertipu oleh slogan mereka sendiri. Bila
kita gagal membentuk kekuatan rakyat bersenjata yang sama kuatnya dengan
kekuatan angkatan bersenjata pemerintah, bila pemerintahan Tsar tidak dikalahkan
sepenuhnya dan digantikan dengan sebuah pemerintahan provisional revolusioner,
dewan perwakilan apapun, apapun sebutannya -- “popular”, “konsituen”, dsbnya.
-- pada kenyataannya hanya akan menjadi dewan perwakilan borjuasi besar yang
diselenggarakan untuk tawar-menawar pembagian kekuasaan dengan Tsar.
Semakin dekat benturan antara perjuangan rakyat dengan
Tsar dan semakin besar kemungkinan terrealisasikannya tuntutan dewan perwakilan
rakyat, maka semakin dekat kaum proletariat revolusioner harus mengawasi kaum
“borjuasi” demokratik. Segera setelah kita meraih kebebasan, secepat itu pula
sekutu proletariat ini akan menjadi musuh. Dua situasi akan memberi kedok pada
perubahan ini: (1) karakter ketidakjelasan, ketidaklengkapan, dan
tidak-berkomitmen dari slogan-slogan demokratik kaum borjuasi; dan (2) usaha
untuk mengubah slogan-slogan kaum proletariat menjadi kata-kata kosong saja,
menggantikan jaminan kebebasan dan revolusi yang sesungguhnya dengan
janji-janji. Kaum buruh sekarang harus mengawasi “kaum demokrat” dengan
seksama. Kata-kata “Dewan Konstituante popular” tidak akan lebih dari kata-kata
saja bila -- karena kondisi-kondisi penyelenggaraan kampanye pemilu dan pemilu
itu sendiri itu -- dewan ini gagal mengekspresikan kehendak rakyat, bila dewan
ini tidak punya kekuatan untuk membentuk rejim yang baru. Isu paling utama hari
ini sedang bergeser dari masalah menyelenggarakan Dewan Konsituante popular ke
masalah metode bagaimana Dewan ini diselenggarakan. Kita sedang memasuki
peristiwa-peristiwa yang menentukan. Kaum proletariat tidak boleh
menggantungkan nasibnya pada slogan-slogan demokratik umum, tetapi harus
mengedepankan slogan-slogan proletariat-demokratik mereka sendiri dalam
keseluruhannya. Hanya kekuatan yang dipandu oleh slogan-slogan ini dapat
benar-benar memastikan kemenangan mutlak revolusi.
____________________________________________________
[1] Peter Struve (1870-1944) adalah seorang politisi dan
intelektual terkemuka Rusia, yang awalnya seorang Marxis, lalu menjadi liberal.
Ia adalah salah seorang pendiri Partai Konstitusional Demokratik, sebuah partai
borjuis liberal.
[2] Sergei Witte (1849-1915) adalah seorang politisi
ternama yang bertanggung jawab terhadap proses industrialisasi Kerajaan Rusia.
Dia menjabat sebagai Menteri Keuangan dari tahun 1892 hingga 1903, dan Perdana
Menteri Rusia pada 1905-06. Pada 1899, dia menulis sebuah momerandum kepada
Tsar Nicholas, yang isinya menentang perluasan Zemstvo (badan-badan
pemerintahan lokal) yang menurutnya tidak sesuai dengan rejim otokrasi.
Memorandum ini memainkan peran penting dalam perkembangan gerakan Liberal di
Rusia.
[3] Dmitri Shipov (1851-1920) adalah seorang politisi
monarkis Rusia dan pemimpin gerakan Zemstvo. Dia percaya bahwa Rusia harus
diperintah oleh otokrasi. Walau dia mendukung perluasan Zemstvo sebagai badan
perwakilan rakyat, dia hanya menginginkan badan-badan ini menjadi badan
konsultasi atau pemberi-opini tanpa kekuatan politik sama sekali. Slogannya
adalah “Kekuasaan tertinggi adalah milik Tsar; opini – milik rakyat”.
[4] Zemstvo adalah badan-badan pemerintah lokal di
pedesaan yang dipimpin oleh kaum bangsawan Rusia, yang dibentuk pada 1864.
[5] Kaum ekonomis adalah mereka yang membatasi perjuangan
buruh pada tuntutan-tuntutan ekonomi, dan meremehkan perjuangan politik buruh
karena menurut mereka buruh tidak siap untuk perjuangan politik. Lenin dan kaum
Bolshevik berpolemik keras dengan kaum Ekonomis.
[6] Osvobozhdeniye, dalam bahasa Rusia berarti
“Kebebasan”, adalah koran kaum borjuasi liberal yang mulai terbit pada 1902.
[7] Nicholas II (1894-1917) adalah kaisar Rusia terakhir,
yang dilengserkan pada Revolusi Februari 1917 dan lalu dieksekusi setelah
Revolusi Oktober oleh Bolshevik. Ia dijuluki Nicholas Sang Penjagal setelah
memerintahkan pembantaian Minggu Berdarah pada 1905.
Sumber : militanindonesia.org