Kawin campur (mixed married) adalah perkawinan antara kedua pasangan
suami dan istri (pasutri) yang berasal dari berbagai latar belakang yang
berbeda. Latar belakang yang berbeda tersebut antara lain seperti;
suku, ras dan budaya.
Masalah kawin campur seringkali ramai dibicarakan oleh kawula muda saat ini.Mereka percaya bahwa, kawin campur dapat
memperbaiki keturunan.Memangnya ada keturunan, ras, suku dan budaya
yang diciptakan oleh Tuhan di dunia ini yang kurang baik atau bahkan
tidak baik?
Saya pribadi merasa, sebenarnya, dengan adanya
kawin campur membuat semakin tidak jelasnya status diri seseorang.
Status diri seseorang yang dimaksud adalah tentunya menyangkut
keturunan, ras, suku bahkan budaya yang dianut oleh kedua orang tuanya.
Dengan melihat fenomena yang kemungkinan bisa terjadi ini, maka
selanjutnya muncul pertanyaan, benarkah hal ini menggambarkan adanya
usaha yang berujung pada perbaikan keturunan?
Setiap orang
tentu berasal dari latar belakang budaya yang berbeda-beda.Kata budaya
itu sendiri, menurut Koentjaraningrat (1985) adalah keseluruhan ide-ide,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Dengan
melihat pengertian di atas, kita ketahui bahwa budaya adalah keseluruhan
ide, tindakan dan hasil karya yang dihasilkan oleh kelompok masyarakat
tertentu yang sekaligus menjadi milik mereka, dengan cara belajar untuk
menjamin kelangsungan hidupnya. Ide dan tindakan-tindakan mereka
tersebut biasanya terlihat dalam berbagai bentuk (unsur) wujud daya,
karya dan karsa manusia.
Koentjaraningrat (1985) menyebutkan
ada tujuh unsur-unsur kebudayaan.Ia menyebutnya sebagai isi pokok
kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut adalah: Sistem
Religi, Sistem Organisasi Masyarakat, Sitem Pengetahuan, Sistem Mata
Pencaharian Hidup dan Sistem-Sistem Ekonomi, Sistem Teknologi dan
Peralatan, Bahasa dan Kesenian.
Berdasarkan perbedaan
nilai-nilai budaya yang dimiliki, setiap pasutri tentunya memiliki
kewajiban untuk memperkenalkan itu semuanya kepada anak-anaknya.Hal
untuk memperkenalkan, tentunya sangatlah tidak mudah.Akan tetapi, itulah
yang menjadi risiko atas keputusan untuk kawin campur.
Jika,
hal tersebut tidak diajarkan atau diperkenalkan, maka apa kata dunia
kepada anak-anaknya kelak? Karena unsur-unsur budaya itulah yang menjadi
penunjuk identitas diri mereka yang sebenarnya. Salah satu contoh nyata
yang bisa kita amati saat ini adalah tentang kemampuan menuturkan
bahasa daerah. Jangan heran, jika banyak anak dari hasil kawin campur
tidak bisa berbahasa daerahnya sendiri. Padahal, mereka masih mengaku
bahwa mereka berasal dari daerah tersebut. Tentunya, masih banyak lagi
nilai-nilai budaya yang pasti akan pudar.
Oleh karena itu,
memperkenalkan dan mengajar nilai-nilai budaya menjadi tantangan khusus
bagi kedua pasutri.Unsur-unsur budaya yang sangat lazim dan patut
diketahui adalah sebagaimana sesuai dengan ketujuh unsur budaya yang
dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985).
Sehingga, jika kita
jumlahkan secara keseluruhan maka seorang anak dari kawin campur
maksimal harus mengenal tujuh unsur budaya.Berikut adalah ketujuh unsur
budaya yang kiranya sangat penting untuk diketahuinya.
Sistem Religi (Agama)
Unsur budaya yang pertama adalah sistem yang menyangkut kepercayaan
manusia terhadap adanya Tuhan Sang Pencipta.Hal tersebut muncul karena
melihat segala ciptaan yang ada di sekitarnya lalu percaya bahwa pasti
ada orang yang menciptakannya. Lalu saat itulah muncul rasa kepercayaan
yang sekarang dikenal dengan nama agama (religion).
Dalam
keluarga yang kawin campur dari berbeda agama dan kepercayaannya pun,
tentu memiliki tantangan yang sangat besar dan berat terhadap
anak-anaknya kelak.Karena, kadangkala anak-anaknya bingung mau ikut
dengan siapa.Pada saat itulah menjadi tantangan terberat bagi kedua
pasutri untuk memenuhi harapan dari anak-anaknya.
Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Unsur budaya yang kedua adalah sistem organisasi kemasyarakatan. Sistem
organisasi kemasyarakatan adalah sistem yang muncul karena kesadaran
manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna,
namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing antar
individu. Sehingga, timbul merasa penting untuk berorganisasi dan
bersatu.
Dalam menjalin persatuan dan kesatuan kadangkala agak
susah bagi keluarga yang berasal dari hasil kawin campur. Mengapa
demikian?. Tentunya, karena sistem nilai dan tata cara yang digunakan
adalah tentu berbeda. Sehingga, kedua pasutri juga memiliki tantangan
berat untuk mengajarkan atau memperkenalkan guna memenuhi harapan
anak-anaknya untuk supaya diterima dikalangan mereka.
Sistem Pengetahuan
Unsur budaya yang ketiga adalah sistem pengetahuan.Sistem pengetahun
terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang
berbeda-beda. Sehingga untuk memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang
berbeda pula, maka perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti.
Pewarisan sistem pengetahun ini juga menjadi tantangan bagi kedua
pasutri kepada anak-anaknya.Mendapatkan berbagai macam informasi,
pengetahuan yang benar dan bermanfaat adalah harapan dari anak-anak
terhadap orang tua. Bagaimana tidak?. Keluarga, dalam hal ini kedua
orang tua sebagai tempat pertama seseorang akan belajar dan berkembang
selayaknya manusia yang lain.
Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem-Sistem Ekonomi
Unsur budaya yang keempat adalah sistem mata pencaharian dan
sistem-sistem ekonomi.Hal ini terlahir karena manusia memiliki hawa
nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin lebih. Selain
itu, melalui mata pencaharian itu pula manusia akan menghidupi
kelangsungan hidupnya.
Oleh karena itu, kedua pasutri juga
memiliki tantangan berat untuk menjelaskan jenis mata pencaharian dan
sistem-sistem ekonomi yang dianut oleh masyarakat adatnya masing-masing.
Sistem Teknologi dan Peralatan
Unsur budaya yang kelima adalah Sistem teknologi dan peralatan.Sistem
ini ada karena manusia mampu menciptakan barang dan sesuatu yang baru
agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Hal ini yang sebenarnya
membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya.Oleh karena
itu, kedua pasutri memiliki tanggung jawab untuk memperkenalkan juga
mengajarkan kepada anak-anaknya.
Sistem Bahasa
Unsur budaya
yang keenam adalah sistem bahasa.Sistem bahasa daerah yang digunakan
oleh suatu suku bangsa, tentu berbeda dengan yang lainnya.Karena bahasa
daerah tersebut adalah merupakan produk khas dari manusia sebagai homo
longues yang hidup dan tinggal di daerah tersebut.
Oleh karena
itu, kedua pasutri dalam keluarga kawin campur memiliki tantangan yang
berar untuk mengajarkan bahasa daerah kepada anak-anaknya. Bukankah
bahasa daerah penunjuk identitas diri seseorang?
Kesenian
Unsur budaya yang ketujuh adalah kesenian.Kesenian ada dan diciptakan
untuk memenuhi kebutuhan psikis manusia setelah seluruh kebutuhan fisik
manusia terpenuhi. Melalui kesenian itu pula, setiap suku bangsa akan
menunjukkan daya cipta, karya, karsa mereka yang tentunya sangat unik
dengan suku bangsa lain di seluruh belahan dunia.
Oleh karena
itu, kedua pasutri juga memiliki tanggung jawab untuk mewariskan
nilai-nilai kesenian yang dianutnya.Karena hal ini juga bisa menjadi
sarana bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya.
Pada
prinsipnya tidak ada keturunan, suku, ras dan budaya yang
salah.Sehingga, kita perlu memperbaikinya.Karena, budaya itu sendiri
lahir dari hasil budi, daya, karya, karsa manusia yang bersumber dari
rasionalitas akal sehat yang diciptakan oleh Tuhan Sang Pencipta.
***
Dengan melihat ulasan di atas, sangatlah jelas bahwa kedua pasutri yang
kawin campur dari berbeda suku, ras dan budaya memiliki banyak
tantangan.Tantangan-tantangan yang harus dipertanggung jawabkan adalah
tentang pewarisan nilai-nilai budaya yang dianut oleh kedua pasutri
kepada anak-anaknya.
Nilai-nilai budaya yang wajib
diperkenalkan dan diajarkan adalah menyangkut ketujuh unsur
budaya.Karena melalui hal-hal itulah, mareka akan diketahui dan diakui
oleh masyarakat sekitarnya.
"Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang menjujung tinggi pada sejarah dan nilai-nilai budayanya."
By Desederius Goo
KAWIN CAMPUR DAN TANTANGAN PEWARIS NILAI BUDAYA..?
Jumat, 05 Juli 2013
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)