PADA 2005 pemerintah Indonesia mendirikan Perwakilan KOMNAS HAM di Papua.
Keberadaannya, kemudian menjadi pertanyaan besar bagi banyak orang ketika
Perwakilan KOMNAS HAM selama keberadaannya belum mampu bekerja sesuai harapan
rakyat. Kewenangannya belum diberikan sepenuhnya oleh Jakarta. Sehingga
keberadaan Perwakilan KOMNAS HAM di Papua hanyalah boneka yang ditempatkan
Jakarta di Papua agar dunia internasional tahu bahwa pemerintah Indonesia
serius menangani persoalan HAM di Papua. Padahal, kenyataannya, tidaklah demikian.
Adapun unsur-unsur tindak pidana
yang termasuk dalam kategori pelanggaran HAM yang berat. Pertama, kejahatan
genosida. Yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan
fisik atau mental yang berat yang mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik
seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran di dalam kelompok atau memindahkan secara paksa anak-anak dari
kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kedua, kejahatan terhadap
kemanusiaan yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
1. Pembunuhan;
2. Pemusnahan;
3. Perbudakan;
4. Pengusiran;
5. Pemindahan penduduk secara
paksa;
6. Perampasan kemerdekaan atau
perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar
(azas-azas) ketentuan pokok hukum internasional;
7. Penyiksaan;
8. Perkosaan, perbudakan
seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau
sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
9. Penganiayaan terhadap suatu
kelompok tertentu atau perkumpulan didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
10. Penghilangan orang secara
paksa;
11. Kejahatan Apartheid.
KONFLIK antara rakyat Papua
dengan Indonesia dimulai sebelum dan sesudah PEPERA 1969 ketika rakyat Papua
mulai sadar benar dan mengetahui pembatasan HAM rakyat Papua untuk menentukan
nasib sendiri.
Akar persoalan derasnya tuntutan
rakyat Papua mengenai hak azasinya untuk menentukan nasib sendiri. 1)
pengabaian masyarakat internasional dalam pelaksanaan “Act of Free Choice” yang
tidak demokratis, tidak adil dan penuh pelanggaran HAM. 2) berbagai pelanggaran
HAM yang terjadi secara sistematis (pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan) dan
implikasi sosial lainnya (perampasan tanah-tanah adat, perusakan lingkungan,
degradasi budaya) sebagai hasil dari militerisme dan kebijakan-kebijakan
pembangunan (transmigrasi, pertambangan, HPH, turisme selama berintegrasi
dengan Indonesia). 3) krisis identitas sebagai ras Melanesia di negeri sendiri
akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengandung elemen-elemen genosida,
rasisme dan pengabaian terhadap kultur sehingga tingkat pertumbuhan penduduk
pribumi Papua sangat lambat.
Indonesia juga memberlakukan
Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Selama menjadi DOM inilah berbagai
pelanggaran HAM terjadi dan berujung pada kejahatan kemanusiaan. Kondisi ini membuat
rakyat Papua terus hidup dalam ketakutan. Beberapa kasus pelanggaran HAM yang
masih tetap ada dalam ingatan penderitaan (memoria passionis) diantaranya
peristiwa Manokwari (28 Juli 1965), perlawanan Ferry Awom dan Mandacan di
Manokwari (1965-1969) yang menelan banyak korban di pihak rakyat sipil,
kematian tokoh antropolog Papua, Arnold Clemens Ap pada 26 April 1984 adalah
bentuk lain dari pembunuhan budaya Papua juga kematian Ketua Presidium Dewan
Papua Theys Hiyo Eluay pada 10 November 2001.
Tidak banyak kemajuan di bidang
HAM saat ini misalnya kasus Abepura 07 Desember 2000 mampu dibawa ke Komisi HAM
PBB dan Pengadilan HAM di Makassar, walaupun hukuman akhir bagi pelaku tidak
maksimal dan Peradilan HAM tidak mampu memutus rantai komando. Terbukti beberapa
orang yang menjadi tersangka kasus ini justru mendapat promosi jabatan.
Secara substansi maupun
structural pemberian Otonomi Khusus Papua membuka ruang yang sangat luas
dan eksplisit dalam rangka penegakan dan perlindungan HAM di
Papua, dalam pasal 45 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2001, menyebutkan Pemerintah, Pemerintah
Provinsi dan penduduk Provinsi Papua Wajib menegakkan, memajukan,
melindungi dan menghormati Hak Asasi Manusia di Provinsi
Papua.
Keadilan dan kedamaian menjadi
kebutuhan semua manusia, selamat merayakan hari HAM se- dunia, 10 Desember 2013
dengan penuh cinta kasih dan damai. (***)
OLEH : Matius Murib *)
*) Penulis adalah
Pembela HAM, Direktur Baptist Voice Papua
Sumber : suluhpapua.com