Ilustrasi smelter. (Thinkstock/nickgavluk) |
Aktivis
Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro John Nakiaya mengatakan
pemerintah dan pihak perusahaan tidak pernah sekalipun melakukan
sosialisasi terkait rencana tersebut. Karenanya, masyarakat adat
Kamoro merasa tidak dilibatkan dan disingkirkan.
John
mengatakan masyarakat adat Kamoro masih merasakan trauma akibat
kerusakan lingkungan yang timbul akibat tailing (limbah tambang) PT
Freeport selama puluhan tahun.
"Wilayah
adat Kamoro adalah lahan hutan bakau. Akibat tailing PT Freeport,
sekarang hutan bakau kami rusak. Akibatnya, ikan pun jauh berkurang,"
kata John saat ditemui di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta Pusat, Sabtu (6/6).
John
menjelaskan banyak warga adat Kamoro yang sakit-sakitan akibat
terpapar limbah tambang selama puluhan tahun. "Jumlah ibu hamil
yang keguguran meningkat. Begitu juga dengan jumlah bayi yang lahir
dengan kecacatan fisik," katanya.
Karena
alasan itu juga, kata John, masyarakat adat Kamoro menolak rencana
pembangunan smelter. John mengatakan pihaknya akan terus melakukan
penolakan apabila pembangunan tersebut sampai terealisasi.
Di
sisi lain, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
Iwan Nurdin berpendapat pemerintah sebaiknya mencari lokasi lain
untuk membangun smelter.
"Pemerintah
hanya berpikir pembangunan smelter bisa membuka lapangan kerja baru.
Namun mereka tidak pernah berpikir dampak sosial dan lingkungan yang
timbul dari pembangunan smelter," kata Iwan.
Berdasarkan
keterangan Iwan, bukan hanya smelter yang renananya akan dibangun di
Papua, tetapi juga kawasan industri besar seperti pabrik semen,
pupuk, pembangkit, pelabuhan, dan industri perikanan.
Pernyataan
senada juga dilontarkan oleh Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) Edo Rakhman. Menurutnya, wilayah pesisir bukanlah
kawasan yang tepat untuk membangun smelter.
"Seharusnya
wilayah pesisir bebas dari aktivitas pertambangan. Karena kerusakan
lingkungannya akan sangat besar," kata Edo.
Apalagi,
kata Edo, lokasi yang direncanakan sebagai tempat membangun smelter
tersebut dihuni masyarakat adat. "Kami minta PT Freeport
melakukan uji lingkungan terlebih dahulu. Selain itu, pemerintah juga
harus membuat kesepakatan terlebih dulu dengan warga adat,"
katanya.(Degoo)
Sumber : Cnn