Perayaan Besar-Besaran Kemerdekaan RI Di Tanah Papua Untuk Menyembunyikan Wajah Kekerasan

Minggu, 18 Agustus 2013

Aelince Tabuni, seorang anak perempuan yang tewas tertembak oknum Kopassus (Dok. Jubi)
Jayapura – Pernyataan Pers Forum Kerja Oikumenis Gereja-Gereja Papua. “…sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Matius 23:27”
Pada hari ini, sebagai Gereja kami menyatakan kegelisahan kami atas substansi atau hakekat dari perayaan Kemerdekaan RI yang diadakan Pemerintah di Tanah Papua, yang ternyata dari tahun ke tahun sama saja; diadakan secara besar-besaran tetapi terus mempertontonkan dan menyembunyikan wajah kekerasan negara di Tanah Papua.
Simak perayaan hari kemerdekaan tahun ini yang disertai berbagai bentuk tindak kekerasan sebagai berikut :
A. Penyangkalan hak-hak berekspresi masyarakat sipil yang terus berlangsung sampai tanggal 15 Agustus 2013 kemarin. Diantaranya:
- 26 April 2013
KNPB berencana melakukan aksi damai menolak integrasi Papua ke dalam NKRI pada 1 Mei 2013 dalam wujud aksi duka di Lapangan Makam Theys Sentani, namun ada larangan dari Pangdam. KNPB bersikeras melakukan aksi dan pihak Polda Papua tetap mengancam akan membubarkan secara paksa apabila KNPB mengadakan protes damai.
- 1 Mei 2013
• Gubernur Provinsi Papua, Pangdam dan Kapolda Papua ramai-ramai mengeluarkan larangan bagi rakyat Papua untuk tidak melakukan Perayaan 1 Mei sebagai protes dan penolakan terhadap aneksasi Papua ke dalam NKRI; sekaligus mengancam akan membubarkan paksa massa yang berniat merayakan peringatan aneksasi Papua di Makam Theys Hiyo Eluay.
• Masyarakat di kota Biak dan Timika melakukan aksi pengibaran Bintang Kejora (BK), akibatnya, polisi menangkap 14 orang. Seorang aktivis yang terlibat pengibaran BK di Biak ditembak di kaki kiri; selain dia, dua warga PNS lainnya mengalami luka tembak ringan. Di Timika pengibaran BK dilakukan jam 13.00 waktu Papua, massa yang melakukan aksi tsb dibubarkan paksa sambil melepas tembakan peringatan. Pdt. Ishak Onawame, tokoh Grereja di Timika meminta pihak Polres Mimika untuk membebaskan para tahanan tsb karena ini hanya cara mereka menyampaikan aspirasi politik secara damai.
- 13 Mei 2013
• KNPB tetap bersikeras melaksanakan Aksi demo damai di MRP Papua di Jayapura walaupun Polda Papua menolak memberi ijin.
• Bupati Merauke dalam kata sambutannya di aula salah satu perguruan tinggi di kota Merauke menyatakan kepritinannya bahwa “jumlah penduduk Asli Papua” terus menurun. Ia mengatakan dari jumlah penduduk kota Merauke yang berjumlah 160.000 jiwa hanya 20.000 orang asli Papua.
30 Mei 2013
Aparat gabungan TNI-Polri menembak warga sipil yang berkumpul dan mengadakan doa memperingati 1 Mei sebagai hari aneksasi di Aimas, Sorong; menewaskan tiga orang dan melukai tiga warga lainnya.
Selasa, 11 Juni 2013
KNPB yang melakukan aksi demo damai di Jayapura dibubarkan paksa oleh Gabungan TNI POLRI.
Rabu, 12 Juni 2013
Polisi dan TNI pada hari ini membubarkan aksi demo damai puluhan mahasiswa di depan pintu masuk Kampus Uncen, Perumnas III Waena. Demo itu digelar para mahasiswa Perguruan Tinggi di Jayapura dalam rangka mendukung Papua Barat untuk diterima sebagai anggota MSG. Demo ini digelar para mahasiswa yang bergabung dalam BEMF dan DPMF.
B. Pembiaran atau Penyangkalan terhadap hak-hak hidup menyebabkan begitu banyak warga yang meninggal dunia; yang terlihat dalam kejadian berikut. :
9 April 2013
61 orang warga dilaporkan tewas di Distrik Somagaik, Yahukimo sejak pertengahan Januari 2013 lantaran kelaparan dan kurangnya akses kesehatan.
29 April 2013
Sebanyak 535 orang warga Kabupaten Tambrauw diserang penyakit, kekurangan gizi dan 95 orang warga dilaporkan meninggal dunia lantaran kelaparan.
24 Mei 2013
Rias Bugimonu, Ketua Ikatan Mahasiswa Pelajar Pogoma (mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jayapura asal Distrik Pogoma, Kabupaten Puncak) melaporkan penderitaan yang dialami warganya terkait kematian 29 warga lantaran wabah penyakit dan kelaparan. Mereka menyebutkan penyakit yang menimpa warga dan balita yang kekurangan gizi dan kelaparan yang sedang menimpa warga Distrik Pogoma khususnya dari kampung-kampung: Pogoma, Gagama, Baksini, Wakme, Bina, Molu dan Kempu.
14 Juli 2013
Pada hari ini, 17 warga meninggal dunia di Halaman Gedung Olah Raga (GOR) Kota Lama Nabire saat pulang ke rumah setelah pertandingan Tinju Bupati Cup berakhir dengan Pengalungan Medali para pemenang/juara. Peristiwa KLB (Kejadian Luar Biasa) ini terjadi di halaman GOR setelah massa penonton keluar meninggalkan Gedung olah Raga tsb.
8 Agustus 2013
Irwan Yanengga 19 tahun di tembak mati oleh Anggota polisi dari Polres Jayawijaya
C. Pembunuhan Sewenang-Wenang Terhadap Warga Sipil dan Cara Penanganannya yang tidak sesuai Hukum
Pembunuhan sewenang-wenang terhadap warga sipil dan cara penanganannya terhadap beberapa kasus yang terjadi tidak sesuai Hukum.
Contohnya: Arlince Tabuni, 12 tahun ditembak mati oleh anggota KOPASUS di Lany Jaya pada 1 Juli 2013, Irwan Yanengga dan Arton Kogoya yang masing-masing terjadi di Jayawijaya dan Lany Jaya sepanjang Juli dan Agustus dimana pihak Pemda setempat dibebankan untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi kepada keluarga korban.
D. Tindakan pemerintah daerah yang mengekang kebebasan berekspresi dengan membatasi pemberian bantuan beasiswa kepada mahasiswa yang terlibat aksi demo damai, sebagaimana pernyataan wakil bupati Kabupaten Jayapura pada 24 Mei 2013.
Mencermati keadaan ini, kami menilai bahwa perayaan kemerdekaan seperti itu (perayaan besar-besaran yang disponsori pemerintah tanpa atau sambil mempertontonkan/menyembunyikan wajah kekerasan) menunjukkan “Pemerintah Indonesia sedang mengalami krisis” dalam tiga hal:
Pertama, ini pertanda pemerintah yang gagal membangun Bangsa Papua. Apabila pemerintah berhasil maka perayaan Hari Kemerdekaan ini tidak akan diwarnai oleh aksi demo menuntut Dialog, Papua merdeka atau aksi demo mendukung kunjungan MSG ke Papua dan Indonesia. Ini menurut kami pemerintah yang gagal membangun Papua.
Kedua, perayaan kemerdekaan gaya ini menurut kami mengindikasikan bahwa Pemerintah telah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya. Dalam bahasa Alkitab pemerintah yang melakukan perayaan Hari Kemerdekaan demikian sama halnya dengan “kubur kosong di luar cat rapi tetapi di dalam penuh dengan tulang belulang”.

Ketiga, kami menilai dengan perayaan yang disertai represi dan penyangkalan hak hidup, hak-hak sosial ekonomi orang Papua, pemerintah tengah menghindar dari atau menyembunyikan akar pesoalan: yaitu pembelokan sejarah dan tuntutan rakyat Papua untuk DIALOG.

Oleh karena itu, melalui kesempatan kami mendesak Pemerintah Indonesia:

(a) Menghentikan segala bentuk kekerasan dan penindasan di Papua;
(b) Agar membuka diri untuk menyelesaikan masalah Papua secara demokratis dan bermartabat yakni dialog dengan rakyat Papua yang dimediasi oleh pihak internasional yang netral.

(c) Terkait dialog tersebut, kami meminta Juha Christensen dari PACTA, yang pernah memediasi dialog konflik ACEH/GAM dan RI untuk menjadi penengah dalam dialog antara Papua dan Indonesia.
Jayapura 16 Agustus 2013
Forum Kerja Oikumenis Gereja-Gereja Papua
Pdt. Benny Giay
(Jubi/Admin)
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar :

Posting Komentar