Bentrok di Expo Waena (26/11) jelas-jelas
merupakan setingan Polda Papua dan Polresta Jayapura. Skenario ini lasim
digunakan untuk mendegradasi gerakan perlawanan damai rakyat Papua yang
dimotori KNPB. Fakta di lapangan membuktikan bentrokan itu sudah direncanakan
oleh Polisi. Wakapolresta Jayapura, Kompol Kiki Kurnia dengan jelas
menyampaikan kepada KNPB, sehari sebelum bentrokan, bahwa mereka dilatih dan
ditugaskan untuk bentrok.
Selama 5 tahun KNPB menggelorakan
perlawanan damai dan bermartabat, selama itu Jakarta melalui Polda Papua
berupaya menghancurkan gerakan sipil ini. Polisi yang dibantu media terus
menyudutkan aktivitas damai KNPB. Banyak anggota dan pimpinan KNPB
dipenjarakan, bahkan dibunuh tanpa proses hukum. Pimpinan KNPB Mako Tabuni dan
Hubertus Mabel dibunuh Polisi tanpa pembuktian hukum di Pengadilan. Puluhan
lainnya terbunuh dalam demo damai.
Sekalipun begitu, KNPB tidak terhasut dan
terprovokasi untuk melakukan kejahatan. KNPB terus berkomitmen pada aksi damai
bersama rakyat Papua. KNPB menghargai polisi sebagai fungsi keamanan
sehingga Surat Pemberitahuan tentang rencana demo selalu dilayangkan ke Polda,
Polresta dan Polres di tanah Papua. Pengalaman membuktikan, demo KNPB yang
tidak diblokade Polisi selalu berjalan aman dan damai hingga selesai.
Polisi melalui Kapolda Papua, Tito
Karnavian telah ditugaskan untuk menghancurkan dan membunuh pimpinan KNPB,
sehingga Pola yang digunakan adalah mengkriminalisasi demo damai. Bentrokan di
Expo diciptakan untuk membunuh Buchtar Tabuni (Ketua PNWP) yang memimpin aksi.
Polisi sudah prediksi bahwa bila massa pendemo dibubarkan paksa maka akan
terjadi bentrokan, dan pada saat itu Polisi berkesempatan menembak mati atau
menangkap Buchtar Tabuni dan aktivis KNPB lainnya.
Atau, bila tidak terjadi, Polisi sengaja
menyusupkan orang-orang bayarannya dari milisi sipil bentukan Indonesia untuk
membunuh rakyat sipil. Dengan demikian korban rakyat sipil dijadikan alasan
untuk memburu dan menembak Buchtar Tabuni dan Juru Bicara KNPB, Wim Rocky
Medlama.
Pola ini berhasil digunakan saat bentrokan
16 Maret 2006 di Uncen Padang Bulan. Waktu itu Freeport Indonesia membayar
Polda Papua melalui Paulus Waterpau untuk menghancurkan demo tutup Freeport.
Paulus Waterpau berhasil mengorbankan 5 aparat Polisi dan menghancurkan gerakan
damai rakyat yang dikoordinir Front Pepera PB dan Parjal. Atas keberhasilan
itu, Paulus Waterpau diangkat menjadi Ditreskrim Polda Papua dan dianugerahi
pangkat Brigradir Jenderal.
Saat ini Paulus Waterpau berambisi untuk
menjadi Kapolda Papua atau Papua Barat nanti. Sedangkan Kompol Kiki Kurnia
berambisi untuk jadi Kapolresta Jayapura. Kiki Kurnia sendiri telah diberikan
penghargaan dan kedudukan sebagai Wakapolresta setelah berhasil ciptakan
bentrokan KNPB pada 13 Mei 2013 lalu, dimana ketua Umum KNPB Victor Yeimo
ditangkap dan puluhan aktivis dipukul hingga salah satu Mahasiswa pata tangan.
Pada aksi 1 Desember 2012, Kiki Kurnia di
depan massa pendemo, sebelum bentrok di depan Rumah Sakit Dian Harapan, Waena
juga menyampaikan dengan jelas bahwa “kami sudah siap bentrok”. Nampaknya,
taktik bentrok itu sengaja dibuat dan merupakan suatu perintah dari Kapolda dan
Wakapolda Papua.
Kini, Polisi memburu Buchtar Tabuni dan Wim
Rocky Medlama. Ini akan menjadi proyek segar bagi kepolisian untuk mengumpulkan
pundi-pundi serta kesempatan untuk promosi jabatan. Ini akan menjadi
kesempatan untuk membunuh Buchtar Tabuni, sama seperti pola kriminalisasi yang
digunakan oleh Polisi dalam pembunuhan Mako Tabuni dan Hubertus Mabel.
Bagi Polisi, mengorbankan rakyat sipil yang
tidak berdosa pada saat bentrokan adalah sesuatu yang menguntungkan, karena hal
itu akan digunakan untuk mengkriminalisasi aktivis dan gerakannya. Polisi
membayar media lokal dan nasional untuk ikut mendukung proyek Polisi ini. Media
cetak Cederawasihpos, media elektronik seperti RRI, TV dan lain-lain ikut
membenarkan fitnaan Polisi pada KNPB.
Makanya, 6 orang yang dibunuh
Polisi saat aksi demo kemarin tidak diliput oleh media.
Kekerasan di Papua diciptakan dan
dipelihara oleh Polisi. Perjuangan dengan cara-cara damai ditolak oleh negara
melalui TNI/Polri di Papua. Tapi, rakyat Papua terus berada pada perlawanan
damai dan bermartabat.
Sumber : knpbnews.com