Dogiyai_SBT;Opini_Kasus
penyerangan dan pembunuhan terhadap masyarakat Kabupaten Paniai, Provinsi Papua
pada tanggal 8 Desember 2014, Tepat jam 10:00 WPB oleh aparat TNI/POLRI 5 Siswa
SMU N1 Paniai timur, 1 Mahasiswa; 2 Siswa SMP,2 Siswa SD dan 13 masyarakat dan
mahasiswa lainnya luka-luka berat dan ringan yang di akibatkan oleh butir-butir
peluruh TNI/POLRI.
Kelakuan
TNI/POLRI seperti itu harus diadili di institusi hukum, Jaksa, Hakim dan
Institusi HAM. Lembaga penegak hukum yang ada di Negara Kesatuan Republik
Indonesia jangan buta-buta dalam menyikapi pelanggaran HAM berat ini, lembaga
penegak hukum harus memberi hukuman yang berat kepada TNI/POLRI dan harus di
pecat jabatan mereka dari TNI/POLRI. TNI/POLRI ini di nilai terbukti dengan
nyata melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Kabupaten Paniai.
Membandingkan
kejahatan pembunuhan oleh TNI/POLRI jelas tidak mudah,bukan apple to apple,
Namun TNI/POLRI adalah representasi kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),
Pembunuhan dan melukai rasa keadilan banyak masyarakat sipil di Kabupaten
Paniai.
Satu poin
sangat penting dari perspektif psikologi forensik adalah bagimana Majelis
Hakim,Jaksa dan institusi HAM Negara Indonesia,harus memberi dan menjatuhkan
hukuman berat kepada TNI/POLRI dan di pecat dari jabatan mereka sebagai
TNI/POLRI, Karena telah terjadi bias dalam mempersepsikan pembunuhan kepada
Manusia Melanesia yang tak bersalah ini.
Pembunuhan
berantai dari TNI/POLRI meninggalkan korban secara nyata di mata Dunia,tidak
hanya kehilangan nyawa mereka yang tak bersalah melain korban peristiwa
pembunuhan tewas dengan sekian banyak lubang tembakan butir-butir peluruh di
tubuh mereka, penyerangan yang TNI/POLRI lakukan di Kabupaten Paniai dan
seluruh di Tanah Papua ini selalu mewujudkan dramatis, brutal dan
horror.Apalagi,TNI/POLRI di Tanah Papua (Bumi Cendrawasi) tidak pernah sekali
berkesempatan menyodorkan senyum kepada masyarakat luas di Tanah Papua (Bumi
Manusia Melanesia) tetapi TNI/POLRI dalam menjalankan tugas dan wewenang mereka
hanya ada kesempatan untuk membunuh, menindas, memerkosa dan lain-lain kepada
masyarakat yang tak bersalah itu dengan butir-butir peluruh TNI/POLRI yang
tajam serta selalu mengenakan seragam militer yang terasosiakan kekerasan
TNI/POLRI di Tanah Papua.
TNI/POLRI di
Tanah Papua adalah para monster, para peredator, para karnivora, para pembunuh,
para pemerkosa, para iblis, para kolonial,para penindas, para teror, para
pencuri, para penyiksa bahkan kanibal yang tidak sedikit pun punya belas kasih
sayang dan sifat kemanusiaannya tidak ada sama seperti binatang. TNI/POLRI
harus di cap sebagai manusia pengisap darah di Tanah Papua, Faktanya dari tahun
ke tahun,dari bulan ke bulan,dari minggu ke minggu bahkan dari hari ke hari,
masa lalu sampai masa yang dewasa sekarang ini TNI/POLRI di Tanah Papua selalu
saja melakukan pembunuhan dan menghilangkan nyawa terhadap Masyarakat Bangsa
Papua yang tidak bersalah,itulah kelakuan TNI/POLRI Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang sama saja dengan Negara Kesatuan Republik Iblis (NKRI).
Kedua kali
lagi TNI/POLRI yang membunuh Masyarakat di Kabupaten Paniai harus diadili dan
di beri hukuman yang sangat berat dan pecat dari jabatan mereka sebagai
TNI/POLRI. Atas dasar pembunuhan dan lain-lain oleh TNI/POLRI terhadap
masyarakat diatas Buminya sendiri itu. Ilustrasi data deskriptif yang
diharapkan masyarakat Bangsa Papua adalah “SEGERAH MENARIK KEMBALI TNI/POLRI
ORGANIK MAUPUN NONORGANIK DARI TANAH PAPUA,KAMI JUGA MAU MENENTUKAN NASIB
SENDIRI DIATAS TANAH LELUHUR KAMI (TANAH PAPUA) YANG TUHAN BERIKAN UNTUK
MANUSIA MELANESIA INI.”
Demikian pula
terhadap pihak penegak Hukum,Jaksa,Hakim dan Institusi HAM harus menyidangkan
TNI/POLRI karena masyarakat Bangsa Papua selalu menderita atas kelakuan
TNI/POLRI di Tanah Papua, akibat kekejian yang di lancarkan oleh TNI/POLRI
terhadap masyarakat selama masa dulu hingga masa dewasa yang sekarang ini tanpa
batas dan tanpa ditindak sesuai hukum yang ada di Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini. Seiring dengan langkah itu pula geger pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM), Pembunuhan semestinya tidak di bingkai hanya sebatas sebagai penyerangan
TNI/POLRI lancarkan, peristiwa berdarah tersebut jika di tarik kebelakang
menghadirkan latar situasi yang dijelaskan lewat butir-butir peluruh TNI/POLRI
yang menembusi jiwa-jiwa Manusia Melanesia yang tak bersalah di Tanah Papua ini
sangat menunjukan penderitaan Rakyat Bangsa Papua di Bumi Cendrawasi, akibat
vakumnya hukum dan norma keteraturan yang tidak berlaku di Negara Kesatuan
Republik Indonesia ini,dan sejenisnya, bisa dengan mudahnya mendorong siapapun
menjadi pelaku pelanggaran hukum bahkan kejahatan.
Situasi
tersebut memperlihatkan bahwa pembiaran oleh pihak yang semestinya
bertanggungjawab menegakkan hukum merupakan paling dasar bagi munculnya
tindakan-tindakan melawan hukum karena hukum di Negara Indonesia ini sama
sekali tidak berlaku sehingga pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) juga dianggap
biasa-biasa saja di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.Penembakan berantai
oleh TNI/POLRI di Kabupaten Paniai dan di seluruh Tanah Papua terhadap
Masyarakat setempat ini berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000,
pelanggaran HAM meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan TNI/POLRI dengan
maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh manusia Melanesia, ras,
kelompok etnis, kelompok agama dan lain-lain di Tanah Papua yang Manusia
Melanesia cintai ini.
Kehidupan
sehari-hari di Tanah Papua dapat ditemukan pelanggaran Hak Asasi Manusia
Papua,sehingga baik situasi seperti itu harus di ketahui oleh Indonesia, PBB
dan di belahan seluruh Dunia. lenyap lima nyawa sama artinya dengan hilangnya
kehidupan semua manusia.
Oleh : Yan Yuaiya Goo
Penulis adalah Aktivis yang berada Di wilaya Meepago.